Tersebab
kata ukhuwah itu lalu menjadikan umar
tsiqoh dengan abu bakar ketika pembagian zakat kala itu. Sebab kata
ukhuwah itu pula kaum muhajirin dan anshor bisa bersatu, kala menyambut
kedatangan nabi dengan alunan rebana yang luar biasa, mendendangkan sholawat
atas baginda nabi. Sebab kata ukhuwah itu pula berbagai gerakan muslimin
diseluruh dunia ini mengutuk kudeta militer atas mursi. Menggerakan kaki
saudara saudara kita di indonesia untuk turut aksi ke jalan sebagai bentuk
solidaritas kepada sesama muslim atas pembantaian massal di mesir kala itu,
kepada palestina yang sampai sekarang belum surut dari kekejaman zionis Israel.
Sesungguhnya yang menyatukan mereka bukan karena kepentingan duniawi, tetapi
sungguh hati hati mereka telah bersatu dibawah kalimat “Laa Illaahaillallah
Muhammadurrasulullah”.
Ukhuwah itu menumbuhkan kita
akan makna kebersamaan. Kita di ajarkan saling berbagi dan memberi dari kata
ini. Diajarkan saling mencintai kepada saudara kita satu sama lain. Ukhuwah tak
mengenal jabatan. Karna jabatan berbeda dengan karya. Jabatan hanyalah
kedudukan duniawi saja. Yang sebentar saja akan hilang tak akan pernah dibawa
mati. Yang membedakan hanya kualitas amal dan kinerja dalam jabatan itu. Ya,
ukhuwah itu menjabat tangankan sesama muslim dimanapun, apapun warna kulitmu,
apapun bentuk mata dan hidungmu, kita akan tetap bersatu dalam bingkai ukhuwah.
Soliditas yang dibangun dari hati hati yang mulai bertumbuh. Yang mulai
bertransformasi menuju kemenangan.
Ialah
para pemuda itu, yang aku lihat kemarin di ruang cine club, berkumpul dari
berbagai jurusan dan prodi, kemudian bersatu berpikir bersama untuk rencana
kedepan. Mempersiapkan bekal apa saja yang akan dibawa di kapal ini. Mulai dari
kemudi, bahan bakar, bahkan bahan makanan . Para pemuda pemudi yang memesona,
semangatnya membara bak pasukan Muhammad al-fatih taklukan konstantinopel.
Dengan pekikan suara takbir yang menggetarkan musuh di dalam tembok
konstantinopel, maka 40 hari itu ditulis dalam sejarah islam, bahwa pemimpin
dan pasukan terbaik telah muncul di tahun 1453 masehi. Bahwa tembok seram itu
telah tembus peluru pasukan al-fatih lewat strategi yang tak disangka sangka
melewati bukit 60 meter. Maka marilah bersama bergandengan tangan untuk
perbaiki kualitas diri kedepan, untuk kerja amal kita ke depan. Sebab ukhuwah itu yang akan menjaga kita selamanya.
Sampai kemenangan sebenarnya kita dapatkan.
Bicara pemuda tentu bicara
kinerja. Kita masih hijau, berbeda dengan kaum tua. Yang sudah mulai menguning.
Yang sudah matang, sebentar lagi membusuk. Muda berarti belajar berpengalaman,
berani menegaskan hitam dan putih. Identik dengan kebersamaan dalam
keprihatinan. Kadang kita susah bersatu jika kita merasa orang berpunya, bangga
dengan kekayaan orang tua kita. Nyaman sendiri, di rumah sendiri. Bermain apa
yang dengan mudah kita dapatkan. Kadang sikap egois kita sering muncul, maka
teori sosial budaya sedikit demi sedikit telah terkikis dari daya berpikir
kita, akibatnya semangat berkobar yang harusnya ada dalam diri kita menjadi
padam karena sikap buruk sederhana ini. Egoistis yang membudakkan. Para pemuda
adalah para pencari kebenaran, untuk masa depannya. Akibatnya sering
bergejolak. Karena mencari titik temu antara kebenaran dan kebatilan. Maka
belajarlah dalam agama, untuk mencari jalan yang lurus. Terapkan dan
aplikasikan dalam hidup kita, insyaAllah masa depan kita cerah, secerah mentari
pagi.
Pemuda itu telah ada dalam
rangka memperjuangkan kalimatNya. Menyeru dalam kebaikan. Sebagaimana termaktub
dalam Qur’an, hendaknya ada segolongan kaum yang menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari keburukan. Maka konteks aktivis dakwah kampus yang paling tepat
aku tujukan kepada kalian wahai ikhwah fillah. Pemuda pemudi yang berhimpun
yang siap menggunakan potensi potensinya untuk menyalakan cahaya di sudut sudut
kegelapan kampusnya. Tidak ada manusia yang sempurna didunia ini, yang ada
hanyalah orang yang berusaha menyempurnakan dirinya. kita bukan oranguci yang
turun dari langit. Bukan ulama atau ustad yang berdiri di mimbar mimbar, tapi
kita adalah orang yang siap memperbaiki diri menjadi baik. Seperti lagu tekad
yang kemarin di putar di raker kita. “bersama
sama kita saling bergandengan tangan, mari tunaikan panggilan illahi”. Ya
mari sambut kemenangan dengan berkawan mencintai saudara kita satu sama lain,
bahwa dengan kebersamaan inilah cinta akan mudah ditumbuhkan. Bersabar dalam
kebersamaan itu menyejukkan, belajarlah untuk bersabar. sebab berjalan bersama
itu lebih lambat dari pada berjalan sendirian. Tetapi yang dituju kita
kemenanggan, maka setiap saat gunakanlah kalimat ‘sedang menuju’ bukan telah
sampai. Ini yang disebut beriman perlu keistiqomahan. Istiqomah perlu kawan
untuk saling mengingatkan, maka lihatlah saudaramu disini sedang dalam rangka beristiqomah
di jalanNya.
Ukhuwah itu menguatkan.
Mempersaudarakan dalam ikatan cinta-Nya. Ukhuwah juga mengajari kita untuk
berbagi. Memulai memang sulit, kita lebih mudah menunggu ada yang memulai.
Kadang pula kita lebih senang di beri dari pada memberi. Memberi itu sedekah,
berarti menabung harta kita untuk masa depan kita. Karena orang yang bersedekah
telah diberi janji oleh Allah akan dilipatgandakan hartanya. Bersabarlah
belajar agama disini, jangan cepat keluar dari lingkaran persaudaraan ini. Jika
kita tak sabar dalam belajar, maka kita harus bersiap untuk bersabar dalam
kebodohan. Sedangkan siapa yang tak
sabar dalam bersaudara, harus siap bersabar dalam kesendirian. Ya, lingkaran
ini akan kita buat lebih besar kedepannya, maka jika ada rantai yang paling lemah
diantara kita, kuatkanlah ia. Gandeng lagi tangannya untuk bersama tetap berada
dalam lingkaran cintanya. Jika ada yang akan memutuskan rantai ini dari dalam,
maka berilah kabar bahwa rantai ini takkan pernah bisa di putuskan dari dalam
ataupun luar, sebab Allah langsunglah yang menjaga rantai ini. Insya Allah
“Yaa Muqollibal qulub tsabit qolbi ‘alad
dinika wa ‘ala tho’atika”. “Wahai Zat yang membolak balikan hati, tetapkanlah
hatiku atas agama-Mu dan atas ketaatan kepada-Mu”
Yogyakarta, 24 maret
2014
0 komentar:
Posting Komentar